Tuesday, October 10, 2006

Siaran Press

Tragedi UBL Harus Diungkap BANDAR LAMPUNG (Lampost): Peserta Diskusi Mengenang Tragedi UBL Berdarah 28 September 1999, Senin (9-10), di ruang Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Unila, Teknokra, sepakat bahwa lembaga pers harus mengungkap kembali kasus itu ke publik. Sebab, selama tujuh tahun mengendap, upaya keadilan hukum terhadap tragedi 28 September 1999 dalam demonstrasi penolakan RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PBK) belum juga tertangani. Dua mahasiswa tewas dalam tragedi tersebut, yaitu seorang aktivis pers mahasiswa, Saidatul Fitria dan aktivis mahasiswa Unila, M. Yusuf Rizal. Diskusi yang digelar Pusat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) UKPM Teknokra Unila itu untuk memeringati tujuh tahun meninggalnya Saidatul dan Yusuf. Saidatul meninggal dengan luka di kepala akibat dipukul popor senjata aparat keamanan. Saat itu, Saidatul yang juga fotografer Teknokra sedang mengabadikan momen demonstrasi itu. Sedangkan Yusuf meninggal setelah peluru petugas menembus pundaknya. Pimpinan Redaksi Lampung Post Ade Alawi menegaskan kasus pelanggaran HAM, kapan pun dapat diungkap karena tidak terbatas waktu. Menurut dia, Teknokra dan lembaga lain dapat segera menulis kronologi peristiwa yang diperkuat keterangan saksi dan dilengkapi foto. Bukti tersebut dapat disampaikan ke Komnas HAM. Usulan lain, menurut Ade, kasus itu dapat dibawa ke Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Ade mengatakan komisi yang telah berumur dua tahun itu menyelesaikan kasus dengan jalan rekonsiliasi, sebuah pengakuan bersalah dari pelaku kepada publik, lalu pelaku dapat dibebaskan. Pakar hukum Unila Wahyu Sasongko menyatakan keberingasan aparat saat itu menunjukkan rezim lama masih enggan melepas kekuasaan. Mereka belum siap menghadapi euforia reformasi yang ditandai meningkatnya desakan demokratisasi. Militer masih menjadi simbol represif. Setelah tragedi itu, pihaknya membentuk tim pencari fakta bersama LBH Bandar Lampung, tapi kemudian banyak juga terbentuk tim lain. Kekuatan pun terpecah, setiap tim membawa kepentingan sendiri, sehingga banyak versi dalam proses pengungkapan, yang membingungkan. Pengungkapan kasus hanya bergulir lewat pergulatan pendapat hukum, melalui media. Akhirnya, mengendap seiring waktu. Selanjutnya, kini tidak ada kelompok yang tetap concern terhadap kasus itu. "Seharusnya ada kelompok yang tetap mengkaji kasus itu, hingga memperjuangkannya agar sampai Komnas HAM. Seperti kasus Talangsari Lampung Februari 1989,"kata Wahyu. Pihaknya, mengaku data-data yang berhasil dikumpulkan timnya dulu, kini tidak terarsip dengan baik, ada beberapa yang dipinjam tidak kembali. Menurut dia ada kesulitan dalam pengungkapa kasus, yaitu masuk ke hukum pidana atau peradilan militer. Kedua, tidak ada kejelasan kronologis, menurut catatan medical review Atul meninggal karena benda tumpul. Banyak persepsi di sini, apakah benda tumpul itu popor senjata, atau lainnya. Pada kasus Ijal, dia tertembak hingga menembus pundaknya, sementara di sekitar korban banyak ditemukan proyektil aparat. "Peluru mana yang telah menembus pundaknya tidak ketahuan. Jika dapat diketahui, kita dapat telusuri siapa pemilik peluru itu,"kata Wahyu. Masalah lain, leg spesialis UU Pers belum diterapkan secara utuh. "Belum ada yurisprudensi kekerasan terhadap wartawan. Ketika sampai ke kepolisian, sulit terapkan sanksi sesuai dengan UU Pers,"ungkapnya.

Saturday, October 07, 2006

Semangat Baru Teknokra

Bagi pengurus Teknokra, mencari generasi penerus bukan main pentingnya. Kami rapat berjam-jam bahkan berhari-hari mencari calon magang Teknokra. Hari sabtu minggu lalu 30/9, pendaftar yang jumlahnya 97 orang harus ikut dalam tes tulis, panitia menyiapkan ruang sidang ekstra besar dan luas di gedung PKM lantai 2. Untuk memfasilitasi orang sebanyak itu, bukan main merepotkan, kami harus menyiapkan lebar soal yang meliputi tes bidang redaksi, usaha, litbang, kesekretariatan dan psikotes. Namun seleksi alam dimulai hari pertama. Dari 97 pendaftar yang datang ikut tes hanya 54 peserta. Wajah-wajah prustasi peserta yang tidak bisa mengerjakan soal tes terlihat jelas di hari pertama. Nilai tes tulis mereka 50% tidak terisi. Harapan kami dalam tes tulis ini, selain menggali potensi peserta, juga bisa mendapat gambaran tentang pengetahuan di bidang penerbitan dan jurnalistik mereka.Di hari berikutnya minggu, dalam tes wawancara kami menggali mentalitas, militansi, loyalitas, dan totalitas di singkat (MILYTOT). Jumlah berkurang menjadi 45 peserta dalam tes ini. Saya mendapat 18 orang untuk di wawancara. Semuanya saya nilai cukup baik, mereka baru lulus SMA tahun 2005 dan 2006. Ada yang dari Medan, Bandung, Jakarta, Padang. Saya hampir lupa dengan draf wawancara, karna tertarik bertanya tentang daerah masing-masing. Ketika saya tanya alasan memilih masuk Teknokra, jawabanya: ada yang di suruh orang tua, ada yang inggin terkenal, inggin menjadi penulis, ingin menjadi penyair, cerpenis. Intinya semua inggin belajar jurnalistik dan belajar menulis. Mereka semua meyakinkan, bahkan ada yang memperlihatkan buku harian dan kumpulan puisi. Saya jadi takut, bisakah Teknokra memenuhi semua keingginan mereka?. Malamnya selepas sholat tarawih jam 10.00, rapat pleno digelar. Kertas-kertas plano hasil tes tertulis, ditempel di dinding dan lemari. Sedangkan Interviewer siap mempresentasikan hasil wawancara tadi siang. Secara acak nama peserta di kocok untuk di bahas satu persatu. Malam itu, rapat pleno selesai jam 04 pagi dan berhasil membahas 9 orang peserta. Rapat di teruskan senin jam 15.oo. Luar bisa melelahkan membahas calon megang ini. Belum lagi di sela-sela itu ada agenda rutin seluruh kru Teknokra untuk jiarah ke makam Alm Saidatul Fitriah, Fotografer Teknokra yang meninggal ketika meliput demontrasi besar mahasiswa bulan September tahun 1999. Hingga akhirnya rapat pleno baru selesai rabu malam 4 oktober. Kami mendapat 30 orang magang dan cukup puas dengan hasil rapat pleno. Kami sangat berharap kepada ke 30 orang ini bisa menjadi generasi penerus Teknokra kedepan. Sementara ini 30 orang ini akan masuk dalam proses magang selama kurang lebih 6 bulan.

Tuesday, October 03, 2006

Surat Terbuka Teknokra, Atas Kekerasan Terhadap Wartawan

Pada hari ini 3 Oktober, yang bertepatan dengan meninggalnya (Alm) Saidatul Fitria, kami Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) Teknokra, turut berbela sungkawa atas perkembangan pers di tanah air ini. Kepada Yang Terhormat Bapak Presiden Republik Indonesia di Jakarta Dengan Hormat, UKPM Teknokra mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa, semoga Bapak Presiden beserta keluarga selalu dalam lindungan Allah SWT. Pada hari ini 3 Oktober, yang diperingati oleh kami sebagai hari meninggalnya Alm Saidatul Fitria, izinkan kami menyampaikan keprihatinan kami atas perkembangan pers di tanah air. Sebelumnya, izinkan kami menyampaikan sedikit tentang UKPM Teknokra dan tentang meninggalnya Alm Saidatul Fitria. UKPM Teknokra adalah sebuah lembaga pers mahasiswa di lingkungan kampus Universitas Lampung (Unila), 29 tahun lalu tepatnya 1 Maret 1977 para mahasiswa pendiri Teknokra berkumpul untuk mendirikan sebuah lembaga yang nantinya dapat berperan dalam menyajikan informasi yang berguna bagi masyarakat. Dengan semangat itu, kami digodok untuk siap berkerja tanpa dibayar dalam memperoleh berita dan informasi. Namun pada tanggal 28 September 1999, anggota kami yang bernama Saidatul Fitria atau akrab dipanggil Atul (fotografer Teknokra red ), ketika sedang meliput demontrasi besar mahasiswa menolak Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). Atul tewas dihantam benda tumpul di kepalanya. Bagi Atul yang seorang wartawan, menyajikan fakta kepada masyarakat tentang penolakan mahasiswa terhadap RUU PKB saat itu adalah sebuah kewajibannya. Tak hanya Atul, seorang mahasiswa FISIP Unila, M. Yusuf Rizal (Ijal) tewas ditembak aparat keamanan yang menghalau aksi demonstrasi. Atul bukanlah masuk dalam barisan Ijal, salah seorang demonstran yang mengalami cheous dengan aparat di depan kampus Universitas Bandar Lampung (UBL) ketika itu. Atul hanya bertugas meliput, guna menyajikan kebenaran peristiwa kepada masyarakat. Ternyata, Ijal sang demonstran dan Atul yang wartawan, dianggap perusuh dan harus disikapi dengan senjata. Atul dikejar di tembaki dan dipukul. Moncong senapan seolah dikendalikan setan, karena tidak jelas siapa yang memicu dan siapa yang memerintah untuk memicu. Hingga memasuki tahun ketujuh ini (1999—2006), kami tidak tahu siapa dibalik tewasnya Atul dan Ijal. Kami menilai tidak ada upaya serius dari pemerintah dalam menelusuri siapa yang bertanggungjawab atas kematian mereka berdua. Bapak Presiden Yang Terhormat, Pada kesempatan ini, tepat di hari meninggalnya Saidatul Fitria, kami menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab atas hilangnya nyawa sahabat kami akibat keberutalan aparat keamanan ketika itu. Sekaligus kami menagih komitmen pemerintah pada semua tingkatan untuk menjamin kemerdekaan pers, dan keselamatan para jurnalis, sekaligus memastikan bahwa kekerasan terhadap wartawan tidak terjadi lagi. Setiap kekerasan terhadap wartawan atau kantor-kantor media dengan alasan apapun, akan merampas hak publik memperoleh informasi dan merusak citra pemerintah. Apalagi setelah kita memiliki UU Pers Nomor 40/1999 dan Konstitusi Pasal 28 F yang memberikan perlindungan penuh kepada wartawan dan terhadap tugas jurnalistiknya. Kami yakin Bapak Presiden mendengar apa yang kami telah sampaikan sejak tujuh tahun ini. Jauh di lubuk hati, kami menginginkan pemerintahan Bapak membela kepentingan masyarakat luas demi cita-cita suatu pemerintahan yang demokratis, menjunjung supremasi hukum, dan melindungi hak asasi manusia untuk hidup. Kami selalu ingat janji kampanye pasangan SBY-JK menjelang Pemilihan Presiden 2004 lalu tentang keinginan menciptakan negara Indonesia yang aman, adil, dan sejahtera. Bapak Presiden, Kami tidak menutup mata, bahwa pers Indonesia masih jauh dari gambaran ideal yang diidamkan masyarakat pers sendiri. Untuk itu kami terus berupaya keras untuk menjalankan etika dan profesionalisme jurnalisme Pers yang bebas dan profesional. Kami juga berjanji akan terus mengawal usaha pemerintah dalam memberantas korupsi dan pengawal upaya pemerintah menegakkan good governance. Terima kasih. Hormat kami, Pemimpin Umum UKPM Teknokra Unila Yudi Nopriansyah