Tuesday, June 13, 2006

PUISI

Saya tidak bisa berpuisi dan menulis syair, walau suka membacanya. Puisi mengajak saya mencermati hidup, satu kata didalamnya terkadang melewati batas bahasa. Saya begitu terpengaruh dengan Goenawan Moehamad. Teks puisinya begitu hidup-lepas dan mendalam, saya diajak berpikir sebelum bersikap atas ide dalam puisinya. Saya juga rutin membaca essay GM yang disuguhkan setiap minggu di Catatan Pinggir Majalah Tempo. Dampaknya luar biasa buat saya.

Namun sebenarnya bukanlah Goenawan Moehamad yang buat saya menulis Puisi. Ceritanya di minggu pertama bulan april saya mewawancarai Rendra si Burung Merak. Rendra datang ke Lampung di undangan LSM DAMAR untuk berkampanya menolak RUU/APP di depan ratusan orang undangan. Saya tidak benar-benar ingin wawancara, saya hanya inggin mengungkapkan kesan saya ketika dia membacakan 3 puisinya. Itu kali pertama saya menyaksikan langsung si Burung Merak baca puisi, dampaknya jangan ditanya, saya terkagum. Salah satu puisi yang di baca berjudul 'Maskumambang' puisi ini dibuat rendra 4 April lalu, malam itu tanggal 8 april. Maskumambang berumur 4 hari ketika dibacakan didepan saya. Ada bait yang selalu saya inggat dalam Maskumambang. begini bunyinya: Cucu-cucuku! Zaman macam apa, peradaban macam apa, yang akan kami wariskan kepada kalian! Jiwaku menyanyikan tembang maskumambang. Kami adalah angkatan pongah. Besar pasak dari tiang. Kami tidak mampu membuat rencana menghadapi masa depan.

Bait ini saya tanyakan kepada Rendra. Saya bilang mas Willy apakah 'maskumambang' adalah sikap dari Mas Willy terhadap RUU/APP? Dia jawab, "Maskumambang itu bahasa jawa, yang artinya emas Yang mengambang." Lalu Rendra meneruskan bait puisi diatas:

Karena kami tidak menguasai ilmu Untuk membaca tata buku masa lalu, dan tidak menguasai ilmu untuk membaca tata buku masa kini, maka rencana masa depan hanyalah spekulasi keinginan dan angan-angan.

"menurut kamu apa makna nya?" Rendra bertanya, Saya sungkan, saya tidak menjawab apa, Saya bilang implisit ada sesuatu dalam puisi barusan terngiang dibenak saya dan banyak maknanya. Rendra meneruskan, ini bait terakhir dari Maskumambang itu.

“Mas Willy!” istriku datang menyapaku. Ia melihat pipiku basah oleh airmata. Aku bangkit hendak berkata. “Sssh, diam!” bisik istriku, “Jangan menangis. Tulis sajak. Jangan bicara.”

Lalu kamipun ngobrol, dia tanya fi'il orang lampung itu seperti apa. Rendra juga banyak cerita tentang wawasan kebangsaan. Diakhir obrolan dia berpesan "Ada kalanya orang payah berbicara dan jenuh mendengar rektorika, jika kau dalam kondisi itu, ikut saran istri saya 'jangan menangis tulis sajak jangan bicara'."

Mungkin malam ini disela-sela gempita piala dunia dan disela hujan yang mendera korban gempa Yogya, puisi ini tertulis begitu saja menahan air mata saya.

Tabik

Gelombang Peradaban

Bumi manusia terbelah digetarkan Nyiur melambai tengelam diterjang Lagu cinta menjadi obat para pelayat Penyumbang sumbang mencari sumbangan

OI, akar peradaban yang tak berbatang tak berdaun

Diledakannya bom oleh manusia, sebagai sajen persembahan Kesedihan disulapnya menjadi hiburan dalam kotak bercahaya *bumi manusia melihatnya, Sang pencipta adalah jurinya

Kita telah temukan muasal minyak bumi Baranya mengebul didetik waktu manusia. Kini harimau mati tanpa belang, Dan manusia mati karna perang.

OI, ini zaman kita, peradaban manusia.

*Bumi manusia: Adalah Judul Buku pertama Tetralogi Pramoedya Ananta Toer, Pojok PKM, 12 Juni 2006

Cinta Manusia

Sudah biar saja kau yang lakukan Karna mereka sibuk berbicara cinta Tak usah pula kau ikut bicara, Karna percuma, jika hanya bicara

Iklaskan garis hitam dibawah mata Karna kau tak mungkin melihatnya Biar mereka yang melihat, Tanda cintamu yang teramat.

Lalu dengarkan bisik yang gundah Yang kelak mengeras mungkin teriak Dengarkan saja dan hayati Buatlah lagu lalu menari

Cium dan harumi pula semua aroma Mawar-melati dan juga bangkai, Mungkin kau akan menghirup cinta manusia: Sebuah citarasa budaya manusia yang dangkal

Kau pasti akan bertanya: Mengapa dan untuk apa? Lalu setuhlah dan rasakan Maka jiwamu akan menjawabnya.

*Berita

Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) yang terus menimbulkan kontroversi sampai saat ini, menurut WS Rendra, seperti dalam draft-nya menunjukkan sikap anti seksual (aseksual) dan anti gairah hidup manusia.Budayawan, seniman dan sastrawan kondang itu, berbicara pada Kaulan Rakyat bertema "Refleksi Pornografi dalam Bingkai Pluralisme dan Globalisasi" diselenggarakan LSM Damar di Bandar Lampung, Sabtu malam, mengingatkan isi dari RUU APP yang bersifat anti seksual dan anti gairah itu adalah tidak sehat bagi kehidupan masyarakat Indonesia.Menurut dia, RUU APP itu mencoba mengatur hal-hal yang menjadi gairah dan naluri yang ada dalam diri setiap orang dengan pengaturan secara berlebihan.Padahal gairah seksual pada diri manusia merupakan karunia Illahi yang justru membuat manusia bersemangat untuk terus hidup dan juga baik bagi kesehatan, asalkan dijalankan secara benar dan wajar, kata WS Rendra pula.Dia pun menilai, agama Islam dan agama umumnya bukanlah agama yang aseksual dan a-erotis dan tidak pernah memberikan larangan orang untuk bergairah pada lawan jenisnya."Allah menciptakan perbedaan dan nafsu yang kita miliki juga diciptakan Allah untuk menggunakan akal sehat disalurkan, sehingga dapat menilai mana yang benar atau salah, baik atau tidak, pantas dan tidak pantas," cetus WS Rendra lagi.Ia juga menyebutkan bahwa agama Islam melarang orang untuk berzinah, tapi membolehkan berpoligami.Karena itu, WS Rendra berpendapat, dengan nafas RUU APP yang anti erotis dan aseksual, merupakan pengaturan bagi masyarakat secara tidak sehat dan tidak baik.Dalam RUU itu, WS Rendra menilai, terdapat hal-hal yang dipaksakan untuk dirumuskan, termasuk persoalan gairah dan nafsu birahi. Padahal wajar setiap lelaki melihat wanita cantik kemudian memunculkan gairah."Kalau saya lihat ada perempuan cantik, eh, Alhamdulillah, ada ciptaan Tuhan secantik ini," cetus WS Rendra pula.Namun kalau sampai terus menerus memandangi perempuan cantik itu, tanpa mengontrol diri, menurut dia, sama saja dengan merendahkan diri seolah betul-betul terikat dengan duniawi, sehingga harus cepat mengontrol dan mengendalikan diri agar tidak melakukan aktivitas yang salah.Rendra menyatakan, seharusnya saat ini yang perlu diajarkan oleh para pendidik, pengkhotbah dan penganjur agama adalah bagaimana manusia dapat mengontrol birahinya, tidak justru mengajarkan untuk menjadi anti birahi dan anti seksual.Kendati begitu WS Rendra mengakui bahwa persoalan ponografi adalah masalah yang serius, kalau sudah menyangkut hal-hal yang tidak layak dipertontonkan kepada masyarakat umum.Dia pun menguraikan perbedaan sikap dan adat dalam peradaban dunia, berkaitan dengan persoalan erotisme dan pornografi itu.Pornoaksi Lebih BahayaRendra melihat, bagi umumnya negara di Asia, khususnya Asia Tenggara, pornografi itu tidak menjadi masalah yang besar mengingat hanya terkait lebih banyak dengan persoalan gambar. Yang jadi masalah, menurut Rendra, adalah pornoaksi."Pornoaksi yang terjadi pada umumnya negara-negara di Asia ini, itu yang lebih bahaya," kata dia.Pornoaksi dalam pandangan Rendra adalah mempertontonkan aktivitas seksual di muka umum, sehingga dapat menjadi masalah yang serius kalau tidak ditangani dengan baik.Rendra juga menilai keberadaan penerbitan khususnya majalah yang termasuk porno, sebenarnya dilakukan secara sengaja untuk mengeksploitasi seksualitas sesuai dengan selera pasar untuk memuaskan pembacanya.Namun begitu, di sejumlah negara Eropa dan AS, peredaran penerbitan seperti itu hanya dijual di tempat tertentu.Majalah Playboy, menurut Rendra mencontohkan, orientasinya jelas untuk memenuhi keinginan pasar walaupun dikemas secara pintar dengan memasukkan pula tulisan berisikan wawancara untuk menunjukkan intelektualitas tinggi."Tapi pada bagian lain majalah itu, justru sangat rendah intelektualitas karena porno, tapi itu dilakukan sebagai bagian politik pasar yang sangat cerdas," kata Rendra.Rendra mengaku sudah membaca isi draft RUU APP dan berkomentar bahwa isi RUU itu sebenarnya bukanlah soal moralitas, melainkan "sok moralis" hanya dengan mengaitkan soal hasrat seksualitas dengan moralitas padahal ada hasrat untuk melakukan korupsi yang juga menunjukkan sikap amoral."Bagaimana mungkin bicara moralitas hanya terkait dengan seksualitas, tapi perilaku korupsi yang juga mesti dilawan tidak dikaitkan dengan moralitas pula," tanya Rendra.Sebagai seniman, Rendra juga mencemaskan, kalau RUU APP itu menjadi undang-undang akan banyak sekali karya seni yang terkena karena dianggap termasuk pornografi."Jadi mau diapakan karya seni seperti di candi-candi dan patung-patung dengan menampilkan wanita telanjang dan sejenisnya itu," cetus dia.Padahal menurut Rendra, dalam kesenian, gambaran orang bersenggama dapat menjadi simbol bersatunya jiwa dan raga.Rendra justru melihat nafsu dan birahi bisa menciptakan kekhusyukan dalam ibadah dan iman seseorang untuk menicptakan kebaikan, memperkuat iman dan tidak terjerat pada pemaksaan atau perkosaan menjadi sebuah kekuatan rohani yang luhur.Rendra mengingatkan, kalau dibiarkan RUU APP itu dapat menimbulkan kekuasaan pada seseorang untuk melakukan pelarangan dalam ruang pribadi, menyangkut iman dan akal sehat yang seharusnya tetap dibiarkan bebas dan tidak diatur-atur secara berlebihan oleh negara dan hukum.RUU itu, lanjut Rendra, juga dapat menimbulkan konflik kultural dan struktural, seperti munculnya ancaman dari warga masyarakat Bali dan warga kita di wilayah Timur Indonesia untuk melakukan gerakan memisahkan diri dari negara kita."Upaya negara untuk menguasai rohani dan akal manusia seperti dilakukan melalui RUU APP itu adalah tindakan fasisme, bagaimana mungkin pula tindakan berburuk sangka dan was-was bisa dilembagakan, semua itu justru menyalahi ketentuan agama dan memusuhi gairah serta daya hidup sebagai manusia," demikian Rendra.Kaulan Rakyat yang digelar di B''Coffe di Bandar Lampung yang berada di dekat salah satu ruas jalan cukup ramai di Bandar Lampung itu dihadiri ratusan orang seperti kalangan aktivis LSM, mahasiswa, aktivis perempuan, anggota legislatif, parpol, wartawan dan masyarakat umum.Selain Rendra, juga berbicara SN Laila (Direktur Eksekutif LSM Perempuan Damar), dan Agung Sasongko, Wakil Ketua Pansus RUU APP DPR-RI dari Fraksi PDIP.Dalam Kaulan itu, dilakukan pula telewicara dengan sejumlah tokoh, seperti Permadi (anggota DPR) dan Anand Krisna (tokoh spiritualis) yang tegas menyatakan menolak isi RUU APP yang ada saat ini.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home