Peradilan dan Komitmen Berantas Korupsi
•Polemik Asas trias politika memosisikan Mahkamah Agung (MA) menjadi salah satu penyelenggara negara di bidang kekuasaan kehakiman, bersama dua lembaga negara lain, yaitu legislatif dan eksekutif. Dengan otoritasnya, MA tidak tersentuh kekuatan kekuasan di luarnya, termasuk penguasa eksekutif dan legeslatif. Sebagai lembaga tertinggi kekuasaan kehakiman, MA juga bisa menjelma menjadi pusat kekuasaan atau alat penguasa jika hakim agung di dalamnya culas dan berhati busuk. Pertanyaannya: Siapa yang memeriksa MA, ketika para hakim agungnya bermasalah seperti diduga kolusi maupun korupsi saat menangani kasus? Sejauh ini badan lain tidak kuasa menyentuh. Pelapor penyimpangan di internal MA bisa berbalik dituduh menjadi tertuduh mencemarkan nama baik atau menghina putusan pengadilan.
***
Terkikisnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan, termasuk MA pada masa orde baru, menciptakan reformasi sistem peradilan. MA ikut dibatasi, otoritas di bidang konstitusi, misalnya, tereduksi dengan terbentuknya Mahkamah Konstitusi (MK).
MA kini lebih terfokus sebagai lembaga koordinasi badan peradilan satu atap atau MA membawahkan seluruh hakim, hakim tingkat pertama (pengadilan negeri) maupun tingkat banding (pengadilan tinggi). Kemudian, kekuasaan pengawasan internal MA pun tergradasi dengan terbentuknya Komisi Yudisial (KY). Lembaga ini berwenang mengawasi dan memeriksa hakim-hakim yang diduga bermasalah dalam tugas dan cacat moral saat memeriksa perkara.
Hal inilah yang sekarang menjadi masalah restrukturisasi kekuasaan kehakiman secara psikologis memengaruhi kewibawaan MA sebagai lembaga yang berpuluh tahun memonopoli top fungsi peradilan.
Kehadiran KY langsung menohok MA. Hakim-hakim yang dulu diawasi langsung di bawah kekuasaan MA, diperkarakan KY. Kasus pemeriksaan hakim Pengadilan Tinggi Bandung dalam kasus putusan perkara sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) Depok, menjadi tamparan MA.
KY menyimpulkan lima hakim pemeriksa perkara pilkada Depok melampaui kewenangan dan menyalahi tata cara beracara, dan merekomendasikan sanksi terhadap kelimanya. Ketua MA Bagir Manan terkesan sangat tersinggung dengan sepak terjang KY, dalam wawancara singkat di televisi ia berkata, "Itu urusan MA. Apa nantinya (rekomendasi KY) mau dibuang atau nanti dibahas, itu urusan MA."
Sikap serupa pun diperlihatkan Bagir Manan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Persoalan timbul ketika KPK mendapat laporan Probosutedjo tentang rencana penyuapan hakim MA yang memeriksa perkara korupsi atas namanya. Lalu, KPK menangkap lima pegawai MA dan Harini Wiyoso, pengacara Probosutedjo, diteruskan penggeledahan ruang hakim yang menyidangkan, terjadilah resistensi.
Secara lisan, Ketua MA membuka diri terhadap penyidik KPK yang menggeledah dan menyita berkas-berkas hakim pemeriksa perkara Probosutedjo. Resistensi terjadi ketika kekuasaan para hakim agung tersubordinasi dengan kehadiran penyidik KPK.
Superioritas MA sebagai top independency of judiciary seolah-olah tereduksi tingkah KPK yang dikesankan sewenang-wenang di mata para hakim agung maupun pegawai MA. MA sebagai puncak pencari keadilan merasa tidak dihargai sesuai dengan proporsi dan kapasitasnya. Subjektivitas ini berlaku pada langkah KY memeriksa hakim-hakim tinggi yang menjadi bagian komunitas di bawah kekuasaan MA.
Padahal, sesuai dengan UU Nomor 30/2002, KPK merupakan lembaga superbodi di bidang pemberantasan korupsi dan koordinasi lembaga penyidikan, termasuk mengawasi penyelenggara negara. KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun (Pasal 3 UU No. 30/2002). Sesuai dengan asas trias politika, MA merupakan salah satu penyelenggara negara di bidang kekuasaan kehakiman, bersama dua lembaga negara lain, yaitu legislatif dan eksekutif. Maka, lembaga negara mana pun bisa disidik KPK tanpa memerlukan persetujuan Presiden.
Dalam content masalah ini, komitmen memberantas korupsi harus dinomorsatukan ketimbang gengsi MA. Toh seagung-agungnya hakim juga manusia. Sikap kekanak-kanakan MA hanya mengikis kepercayaan masyarakat yang pesimistis akan gerakan pemberantasan korupsi. n
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home