Friday, February 03, 2006

TDL, Harusnya Lebih Murah

polemik Sebagai perusahaan yang memonopoli setrum negara, memang aneh jika Perusahaan Listrik Negara (PLN) selalu merugi. Kali ini kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) penyebabnya. Dengan alasan 30 persen pembangkit PLN masih bergantung pada Solar, yang sepuluh kali lipat lebih mahal ketimbang gas. Tarif dasar listrik diusulkan naik. Alasannya juga sederhana, untuk menyesuikan dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Dengan alasan sederhana itulah PLN mengKlaim membutuhkan subsidi Rp 38 triliun. sedangkan dana yang direstui pemerintah hanya Rp 17 Truliun, sehingga terjadi selisih Rp 21 miliar, pejabat pemerintah bermental pengusaha langsung melempar beban ini kepada penguna melalui kenaikan tarif listrik. Pembahasanpun seru di DPR, kendati hanya menjadi debat kusir, Komisi VII meminta agar lebih dulu dilakukan hitung-hitungan biaya pokok produksi listrik sebelum ditetapkan persentase kenaikan tarif. Sedang Para pejabat Kantor menteri koordinator perekonomian merasa perlu menaikan tarif listrik 18,4 persen dan 48,3 persen bahkan ada kemungkinan 100 persen. Skenario pemerintah dan DPR menjadikan masalah ini sebagai hitung-hitungan yang bermuara pada kenaikan tarif listrik yang kemudian dibebankan kepada rakyat. Kali ini pengamat berkomentar, "Dari dulu data PLN banyak Ngaconya" ujar ekonom Faisal Basri. yang diperkuat oleh Fabby Tumiwa koordinator Working Group Power Sector restructuring, kelompok yang memantau bisnis listrik. "tidak ketahuan biaya apa saja yang dibebankan ke dalam perhitungan biaya produksi" Ujar Febby. (majalah Tempo, 5 Februari 2006). Terkesan masalah diatas menjadi terkotak-kotak dan membinggungkan. Yang harus dipahami adalah Kenaikan tarif listrik dapat membuat nilai jual dan nilai beli tidak setabil. Seperti naiknya harga BBM akhir tahun lalu, laju inflasi meroket hingga 18 persen. Tidak hanya itu, para industri akan terancam gulung tikar karna tingkat konsumsi masyarakat akan menurun, hingga tak sebanding dengan ongkos produksi yang membengkak. Hal ini akan menyebabkan PHK masal. Dan bukan tidak mungkin dapat menyebabkan krisis ekonomi. Jika memang harus hitung-hitungan, Rp 38 triliun yang dibutuhkan PLN untuk menutupi kerugian oprasionalnya tahun ini. tidak harus dibebankan kepada masyarakat, karna subsidi itu sudah mencakup perubahan pembangkit yang mengunakan BBM 30 persen tahun lalu ditekan menjadi 8 persen tahun depan, yaitu melalui peningkatan pengunaan gas, batu bara dan panas bumi sebagai sumber energi. Dari segi ongkos perubahan ini tentu saja akan memberi perubahan yang luar biasa di PLN sendiri. Artinya tarif dasar tahun depan akan lebih murah. Dan juga artinya jika perbankan memberikan kucuran dana kepada PLN, dengan selisih keuntungan pengunaan pembangkit, antara BBM dan gas maka pengembaliannya tidak akan lama. Lalu alasan apa yang bisa menaikan tarif listrik jika kedepan PLN akan untung sembilan kali lipat.seharusnya lebih murah d perlu ada sumber lain untuk menutupi selisih Rp 21 triliun tersebut. Dengan demikian kita berinvestasi tanpa harus *Aktivis UKPM Teknokra

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home