Monday, June 27, 2005

Uang Damai

Oleh: Yudi Nopriansyah

Pukul 16.00 WIB, dengan muka sedikit pucat seorang pemuda berkulit putih ditemani Shandy, mantan Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Unila datang ke redaksi Teknokra. “Anton Oktarian,” suaranya terbata, memperkenalkan diri kepada saya.

Gini Yud, baru aja si Rian ini dimintain uang 200 ribu sama tiga orang Satpam Unila, gara gara dituduh berbuat mesum di depan gedung Judo Unila.” Shandy membuka obrolan. “Begini,” Rian angkat bicara. “Siang tadi sekitar jam setengah tiga di depan gedung Judo belakang GSG, gua ama pacar gua lagi duduk duduk. Pas kita mau pergi, tiga orang yang ngaku satpam datang,” terang Rian.

“Kalian anak Unila,” tanya salah seorang Satpam.

“Ya,” jawab kekasih Rian yang kuliah di fakultas eksakta. Tanpa bayak tanya, Rian dan kekasihnya digiring ke pos Satpam samping gedung perpustakaan.

“Di pos itu, KTP gua ama KTM pacar gua diambil mereka, dari omongannya sih kayaknya mereka minta uang damai. Trus gua tawarin aja duit 30 ribu buat mereka, eh mereka nolak alasannya duit itu buat di bagiin ama Satpam yang lain,” lanjut Rian. “Anggota kita kan banyak, mana cukup uang segitu,” ucap Rian meniru perkataan si Satpam. Setelah berdebatan panjang, ketiga Satpam tersebut minta bayaran Rp200 ribu. Namun Rian hanya memberinya Rp90 ribu. “Setelah gua bayar, KTM ama KTP baru mereka balikin,” ujarnya.

Empat puluh menit barlalu, saya pergi mendatanggi Pos Satpam samping perpustakaan. Tidak ada orang disana, hanya sebuah Honda Suprafit yang terparkir di depan pintu pos yang terbuka. Karena tidak menemui Satpam, saya langsung menuju Gedung Serba Guna (GSG) Unila. Sepasang muda mudi dengan memegang buku sedang asyik berdiskusi di pelataran GSG. Saya tanya tentang kasus penangkapan orang berpacaran, mereka mengaku tidak melihat adanya penangkapan. “Saya dari jam dua ada disini, nggak ngeliat ada penangkapan orang berbuat mesum disini tuh,” tutur Agung mahasiswa FISIP’01. ”Apa ia mas, ada yang berani buat mesum di depan gedung Judo, kalo bener pasti orang itu udah gila,” tanya Welly, teman ngobrol Agung. Setelah mencari keterangan tambahan saya langsung pergi ke pos Satpam utama dekat Bunderan Unila, ternyata kosong. Tidak ada seorang Satpam di sana. Namun saya berhasil mengorek keterangan dari Satpam jaga di parkiran Balai Bahasa. Saya ketahui petugas jaga di pos Satpam samping perpustakaan adalah Hadi Sopian dan Aulia.

Menjelang pukul 17.30 WIB, Rian kembali ke Teknokra, kali ini dia bersama pacarnya. Rian mengajak saya ikut mencari ketiga Satpam yang telah menangkap mereka. Kami berdua berangkat ke pos utama. Hanya Satpam yang tadi bertugas di parkiran Balai Bahasa disana. Saya memutuskan mengajak Rian ke gedung rektorat. Sesampainya disana terlihat empat orang Satpam asyik berbincang. Tohir dan Hadi duduk di kursi balik meja, sedang Iwan dan Ari berdiri. Saya langsung mengutarakan maksud kedatangan mencari Aulia dan Hadi Sopian. Hadi langsung menanyakan ada urusan apa mencari Aulia dan Hadi Sopian. Rian yang berada disebelah saya, terlihat tegang, mukanya memerah. “Saya cuma mau tau, apa alasan Bapak, meminta uang 200 ribu tadi siang,” kata Rian, nada agak tinggi.

“Itu kan anda sendiri, yang menawarkan untuk berdamai,” jelas Hadi. “Memang saya melakukan apa? memang nggak boleh duduk berdua sama cewek,” tanya Rian “Nggak usah saya jelaskanlah, kamu melakukan apa,” Hadi menyenderkan badannya ke bangku. “Ngelakuin apa!” cecar Rian. “Ya nggak usahlah!!” Hadi berdiri menggeser bangkunya, “Duduk dulu la.”’ Pinta Hadi pelan pada Rian. “Nggak usah, saya berdiri aja! Berarti setiap orang yang duduk bareng cewek di Unila bisa didenda! Mana aturan tertulisnya?” Ketiga satpam terdiam sejenak. “Ya nggak mungkinlah pihak keamanan mengamankan orang kalo nggak ada salahnya,” tutur Tohir yang duduk disamping Hadi. “Ya tapi saya salah apa,” tantang Rian. Hadi langsung berdiri mendekati tembok kaca, kedua tangannya menempel ke tempok kaca. “Kamu saya lihat berpelukan sama pacar kamu.” Hadi memperaktekan apa yang dilihatnya tadi siang. “Nggak mungkin pak, saya lagi ribut sama pacar saya tadi siang, apa lagi di situ ada warung, di depan saya juga ada dua pasang cewek cowok lagi ngobrol.” Rian memukul meja. “Ya sudah, anda kesini mau damai apa mau memperpanjang masalah! Jika diperpanjang maka persoalan ini akan di bawa ke akademik, saya bisa saja mengembalikan uang kamu 90 ribu pakai uang saya, tapi Anda besok harus ikut ke akademik,” tutur Tohir. “Pernah ada kasus seperti ini, hukumannya turun dua Semester,” timpal Ari. “Saya nggak merasa salah, jadi saya berani mau ke akademik sekalipun, bahkan saya akan melaporkan hal ini ke PR III,” ucap Rian, lalu beranjak pergi.

Setelah keluar dari gedung rektorat, di parkiran gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Unila, saya menemui Sherly pacar Rian. Sherly merasa dirinya di lecehkan dengan tuduhan Satpam itu, ketika ditanya mengenai rencana Rian yang hendak melapor ke pihak rektorat, Sherly terlihat ragu. “Gua takut, ketiga Satpam tersebut bohong di rektorat, soalnya kita tadi nggak berhasil nemuin orang yang tadi siang duduk di depan kita,” jelas Sherly. Pukul 20.15 WIB, Hadi dan Deni datanggi Teknokra untuk menjelaskan duduk persoalan yang terjadi tadi siang. Menurut Deni, “dirinya, Hadi dan Aulia berpatroli di sekitar GSG dan mendapati Rian dan pacarnya melakukan hubungan intim. ” “Mereka peluk pelukan, berciuman, dijam kuliah itu menurut aturan Unila sudah melanggar,“ tutur Hadi. “Tadinya kami mau langsung di bawa ke bagian akademik, tapi mereka menolak dan memohon agar tidak di bawa kesana, bahkan si cewek sampai menangis, mereka menawari uang damai, karena kasihan, makanya kami terima uang damai sebesar 90 ribu tersebut. Masalah kami meminta uang 200 ribu, itu tidak benar, kami bisa saja melaksanakan prosedur prosedur yang ada. Cuma mereka memohon. Makanya kami lepaskan dan tidak membawanya ke akademik. Dan jika mereka sampai melapor pun, kami siap siap saja kok. Mereka nggak mungkin berani, ngelapor ke akademik, buktinya saja mereka nggak berani namanya disebut, jika nanti beritanya keluar nama mereka nggak jelas berarti omongan mereka bohong,” Ungkap Deni. Pukul 21.00 WIB kedua Satpam mohon diri untuk kembali bertugas. Keesokan harinya Shandy kembali datang ke Teknokra, kali ini dengan Sherly pacar Rian. Serly awalnya meminta namanya di inisilakan. Karena takut pembelaannya palsu Serly mau namanya ditulis. “Gua berani aja, cuma gua nggak mau kakak gua ribut sama Satpam, dia pasti emosi adiknya dilecehin, tapi gua mau nama depan gua aja! ‘Sherly’ yang di muat.” Kemudian obrolan kami kembali kearah kronologis masalah yang terjadi kemarin.

Menurut Sherly, statement Satpam kepada Teknokra tadi malam itu tidak bena. “Gua baru aja dari perpustakaan, sebelum ke gedung latihan Judo. sekitar setengah tiga, gua dengan Rian udah di atas motor mau pergi kearah bypass, tiga orang Satpam mencegat kita.” “Kamu orang Unila bukan,” Serly menirukan omongan salah seorang Satpam. “Iya gua bilang.” “Mana KTM nya,” kata Satpam.Pas gua kasih lihat KTM gua, Rian kasih liat KTP nya, mereka langsung ambil KTM dan KTP dan langsung di bawa pergi, gua disuruh ngambil di pos Satpam deket situ. Gua nggak langsung ke pos, Rian sama gua nemuin orang yang ada dekat situ. Gua ceritaain masalah barusan, kebanyakan mereka nggak tau alasan Satpam,” terang Sherly, mukanya serius. Pas kita berdua ke pos, lanjut Sherly, gua ngeliat ada cewek cowok di dalam pos, kayaknya sih mereka kaya gua juga. Salah satu orang satpam gemuk ngajak gua ke belakang. “Mau ada yang diomongin,” katanya. Di belakang si Satpam ngomong, “gimana,” kata Satpam itu. “Maunya gimana,” kata Gua. “Ya ngerti aja lah, kalo ini dibawa ke akademik lo bisa di drop out, lo rudingin dulu aja sama cowok lo. Lalu Satpam itu pergi, terus Rian datang ke belakang, nemuin Sherly, “gua bilang ke Rian kayaknya mereka minta uang, Rian juga ngerasa gitu, pas Satpam yang lain dateng, orangnya anggak gemuk dia nunjuk salah seorang Satpam katanya itu komandannya, dia minta uang 200 ribu, Rian tawarin 30 ribu tapi dia nolak,” ujar Sherly. Sherly melajutkan kejadian yang menimpanya, “terserah kamu mau di drop out apa gimana, kata satpam itu sambil pergi lagi kedepan. Akhirnya gua ama Rian atur rencana.” Setelah bisa mengambil Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM), Rian dengan Sherly mencari orang yang duduk dekat mereka di depan gedung Judo. “Buat jadi saksi,” jelasnya. Namun orang yang dimasuk sudah pergi. Uang Rian Rp30 ribu, tukas Sherly, gua tambahin dengan uang arisan yang gua pegang Rp60 ribu jadi semuanya Rp90 ribu, uang itu kita masukin dalam amplop. Di dalam pos Rian langsung memberikan uang itu. Sebelum ijin pergi Sherly menegaskan, “intinya gua nggak takut masalah ini di bawa ke akademik, cuma gua takut kakak gua tau, dia pasti marah, adiknya di lecehin.”

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home