Wednesday, September 15, 2004

Tindak Kriminal di Terminal Rajabasa

Akibat Ulah Si Calo yang Bikin Kecolongan Oleh Ahmad Wildan, Yudi Nopriansyah Setengah bergegas, Hendra menyambut setiap angkutan kota (angkot) yang masuk terminal. Suasana hiruk pikuk tak menghalanginya untuk memburu orang-orang yang baru saja turun dari angkot biru itu. “Mau kemana pak! Bu! Itu mobilnya siap berangkat, enggak ngetem kok!” teriak Hendra bersaing dengan teman seprofesinya yang lain. Terminal Rajabasa, penghidupan bagi Hendra. Bagi calo macam dia, kerja paruh hari belum tentu mendatangkan untung. Belum lagi profesi ini tak hanya digeluti sendiri. Sebagai makelar tiket bus, Hendra yang berperawakan tinggi besar harus jeli mencari tambahan uang kantong. Menambah uang kantong ini pula yang menjadi kerja sambilan rekan Hendra yang lain. “Kalau ada untung dapat penumpang lolo, tarif busnya bisa lebih dari sewajarnya,” ceritanya. Yang dimaksud Hendra adalah menaikkan harga tiket bus. Dengan segala macam alasan, penumpang harus mau membayar di luar tarif biasa. “Yang penting bisa naik bus dulu,” katanya ringan. Hendra menambahkan, biasanya orang orang yang baru masuk terminal akan mudah digaet. “Kelihatan antara yang baru atau yang sering,” tambah Hendra. Memang, pekerjaan seperti Hendra sebagai calo sudah menjamur di sebagian besar terminal, tak hanya Rajabasa. Tapi kejadiannya jadi berbeda, bila para calo ini mencoba cari keuntungan dari penumpang. Terutama yang terlihat binggung. Kemudian dimanfaatkan. Seperti yang terjadi pada Riza Murtaza dan Warsito, mahasiswa FE Unila angkatan 99 bebepa waktu lalu. Keduanya pernah ‘diperas’ oleh calo saat masih duduk di semester empat. Waktu itu Riza dan Warsito akan pulang ke Jakarta ngeteng. Tujuan pertama Pelabuhan Bakauheni. Namun, baru saja sampai di depan pos pengendali terminal Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR), seorang calo menayakan mau ke mana mereka pergi. Karena tidak ingin terusik lebih lanjut dengan pertanyaan si calo, mereka pun menjawab tujuan akhir mereka, Jakarta. Dan tanpa diduga, si calo langsung menarik lengan Riza. Malang bagi Riza dan Warsito, belum lagi meraka sampai ke bus AC Bakauheni, mereka malah dibawa masuk ke dalam sebuah loket PO kosong dekat pos pengendali terminal. Loket yang semula kosong, mendadak dipenuhi lima orang calo. Kedatangan mereka pun diikuti dengan aksi mengkunci pintu ruangan. Tahu tujuan Riza dan Warsito adalah ke Jakarta, calo tersebut kemudian manawarkan tiket Bus ke Pulo Gadung, dengan harga lebih dari Rp100 ribu. Curiga bercampur takut, Riza dan Warsito akhirnya beralasan tidak punya duit. Mereka pun berkilah hanya mampu membayar tarif bus Rajabasa—Bakauhuni biasa saja. Sayang keenam calo tersebut tidak percaya. Aksi calo-calo itu semakin garang dengan terus memaksa dan mengancam akan mengeledah dompet Riza dan Warsito. Mereka pun akhirnya melakukan negosiasi. Beruntung calo-calo itu hanya meminta uang lelah sebesar Rp10 ribu. Melihat ada peluang bebas, Riza dan Warsito pun memberikan sejumlah uang tersebut. “Masih untung cuma 10 ribu, dari pada dompet diambil!” tutur Riza mengenang. Lemah Bangkrut, Berani Benjut Praktek percaloan di terminal Rajabasa memang sering berbuntut pada tindak kriminalitas. Aksi-aksi para calo inilah yang akhirnya mampu merusak citra terminal. Bahkan terminal sering disebut-sebut sebagai sarang ‘penyamun’. Penumpang yang kelihatan bingung dan takut bisa jadi bangkrut, sedang korban yang berani bisa jadi benjut (babak belur) Seperti dialami Praka David dan Praka Alex, anggota TNI Kompi B Batalion 143 Tri Wira Eka Jaya (TWEJ). Bermula dari keinginan dua anggota TNI itu untuk pulang ke Candi Mas Natar setelah tidak jadi membeli lemari di Bandar Lampung. Sesampainya di Terminal Rajabasa mereka ditarik-tarik oleh calo bus di terminal tersebut. Tidak ingin berlama-lama dengan bersinggungan dengan calo pemaksa tersebut, Alex dan David pun memutuskan untuk menaiki bus Natar yang ditawarkan calo. Namun baru saja setengah perjalanan berlalu, didalam bus sudah terjadi keributan kecil antara dua anggota TNI itu dengan kernet bus. Hal ini diawali dengan tingkah kernet yang tidak ingin mengembalian uang kembalian anggota TNI. Kernet bus semula meminta ongkos Rp3 ribu untuk empat orang tapi ketika disodorkan uang Rp 5 ribu si kernet tak mempunyai kembalian, sehingga sempat terjadi selisih paham. Untung tidak sampai berbuntut pada perkelahian. Keesokan harinya, David dan Alex kembali ke Bandar Lampung. Kali ini mereka membawa dua orang rekan, Praka Pus Puryanto dan Praka Yulianto. Tujuannya adalah untuk kembali membeli lemari yang kemarin sempat tidak jadi dibeli. Namun tak dinyana, sesampainya di Terminal Rajabasa, mereka kembali bertemu dengan calo yang kemarin. Spontan saja, dua anggota TNI itu menasehati calo tersebut. “Eh, mas jangan begitu dong kalau mau nyari penumpang”, ujar David dan Alex seperti ditiru oleh Mayor CHk J Simbolon SH dalam isi berkas laporan perkaranya. Sayang, nasehat itu ternyata tidak diterima oleh si calo. Maka terjadilah percekcokan mulut. Awalnya hanya terjadinya antara si calo dengan keempat anggota TNI, namun dalam waktu yang singkat percekcokan itu sudah melibatkan para calo dan keempat anggota TNI. Percekcokan ini pun kemudian berbuntut pada aksi baku hantam antar mereka (calo dan keempat anggota TNI, red). Menyadari bahwa perkelahian terjadi tidak seimbang, keempat anggota TNI pun menyelamat diri dengan sedikit demi sedikit mengundurkan diri. Namun naas bagi mereka (keempat anggota TNI, red), belum lagi mereka jauh meninggalkan tempat perkelahian, para calo sudah meneriakinya maling. Spontan saja, sejumlah orang yang berada di terminal mengejar keempat anggota TNI tersebut. Jumlah ini terus bertambah semakin banyak. Alhasil keempat anggota TNI itu pun jadi bulan-bulanan massa. Menyadari situasi sudah tak terkendali, keempat anggota TNI tersebut dengan keadaan babak belur berlari menyelamatkan diri ke arah Jalan Indra Bangsawan. Massa yang semakin ramai saja mengejarnya, bahkan diantara mereka ada yang membawa balok kayu. Bahkan dari wajah David telah mengucur darah segar kental, pun juga dari telinganya akibat bogem yang sempat mengenai wajahnya. Namun dalam keadaan sempoyongan itu, ia terus berlari meski sesekali ada saja massa yang berhasil memukulnya. Beruntung ketika sampai di Jalan Indra Bangsawan No.22, depan kantor kelurahan Rajabasa, David sempat diselamatkan seorang ibu rumah tangga, Yunita Mahera. Setelah berlari cukup jauh dari lokasi awal kejadian (Terminal Rajabasa, red) David dapat diselamatkan dari amuk massa yang beringas itu. Mendengar suara ribut-ribut diluar rumahnya, Yunita bergegas keluar. Diluar ia melihat seorang lelaki berbadan kekar berambut cepak lari sempoyongan dengan muka babak belur mengeluarkan darah segar dan kental. Lelaki itu (David, red) kemudian mendekat kearahnya dan berkata: “Saya bukan maling, saya anggota (TNI)”, ujar Yunita menirukan perkataan David. Untuk meyakinkan Yunita, David sempat berusaha mengeluarkan tanda anggotanya dari saku celananya. Sayang, belum lagi David berhasil menunjukkan kartu anggotanya, massa sudah dekat dengannya dan langsung menghajarnya habis-habisan. Akhirnya tangan David yang sempat merogoh pada saku celananya itu kemudian mengeluarkan isi sakunya secara berhamburan. Dinatara hamburan tersebut, Yunita sempat melihat ada kartu anggota TNI atas nama David. Tak hanya kartu anggota, dari saaku celana David keluar juga handphone miliknya dan uang tunai tiga juta rupiah yang akhirnya ikut terjatuh dan hilang. Melihat kartu anggota TNI David, spontanitas Yunita pun segera mendekap David yang sudah tak berdaya itu. “Jangan, nanti kalau mati gimana!” teriak Yunita seraya melarang massa untuk meneruskan aksinya lebih lanjut. Kemudian dengan dibantu adik sepupunya, Serka Sardiono Yn, yang juga anggota TNI, mereka mengamankan David serta kedua rekannya Pus Puryanto, dan Yulianto yang kebetulan lari ke arah rumahnya di Jalan Indra Bangsawan. Sedangkan Alex tidak diketahui jelas kemana larinya. Beberapa waktu setelah dijelaskan duduk perkara sebenarnya dan identitas asli keempat anggota TNI itu, barulah massa berangsur membubarkan diri. Informasi tentang perkelahian akhirnya sampai pada jajaran Korem. Sore harinya Terminal Rajabasa gempar dengan kedatangan puluhan anggota TNI dari jajaran Korem 043/Gatam. Kedatangan mereka dihantarkan dengan dua truk Kompi. Mereka merasuk serempak menuju ke penjuru pelosok Terminal Rajabasa. Mereka menyebar, berpencar dengan cepat untuk mencari tahu dalang kejadian siang tadi (perkelahian, red). Mereka mengintrogasi siapa saja yang sekiranya dicurigai. Aksi TNI ini kontan menghebohkan kalangan masyarakat sekitar. Mereka pun menyingkir untuk menghindar dari sasaran amukan tersebut. Aksi TNI tersebut baru bisa berhenti ketika Wakil Komandan Batalion 143 TWEJ, Mayor Inf. Irwan Mulyana, beserta lima orang anggota provosnya memerintahkan agar TNI segera menghentikan aksi tersebut. Dalam aksi ini, tercatat tiga warga sipil menjadi korban dengan luka cukup serius. Mereka adalah Heri, sopir Bus Karona, Eka calo, dan Suhaimi, pedagang asongan. Pun aksi ini juga menghasilkan kerugian material. Saat aksi, TNI sempat memecahkan pos pengendali terminal dan Pos Polisi Terminal Rajabasa sebagai sasaran kemarahannya. Namun aski ini tidak sepenuhnya kesalahan TNI. Suhaimi, korban, meski dirinya sempat dipukuli hingga babak belur oleh TNI, justru menyalahkan calo-calo di Terminal Rajabasa. Kekesalannya terjadi karena dirinya sempat melihat para calo memukuli anggota TNI. “Kalau bukan karena calo-calo tersebut yang lebih dulu mengeroyok anggota TNI, maka mereka juga tidak akan ngamuk”, jelas Suhaimi. Sayang, Suhaimi yang sempat dirawat di Rumah Sakit Tentara, Bandar Lampung dengan 12 luka jahitan ini enggan bercerita lebih lanjut tentang peristiwa tersebut. Akibat kejadian ini, Panglima Kodam II/Sriwijaya, Mayjen Inf. Syahrial BP Peliung, langsung meminta maaf kepada anggota Polri, Dinas Lalu Lintas dan Jalan Raya (DLLAJR) Lampung, atas penyerbuan anggota TNI ke Terminal Rajabasa, Senin (22/3) petang. "Kami berjanji akan menindak anggota TNI yang melakukan perbuatan keliru," kata Syahrial saat meninjau terminal Rajabasa, Rabu (24/3). Kasus ini memang mendapat perhatian serius dari Angkatan Darat. Terbukti dengan datangnya Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jendral TNI Ryamizard Ryacudu ke Batalion 143 TWEJ, Candi Mas, Natar, pada Rabu (7/4). Peristiwa yang berujung pada perusakan bangunan instansi pemerintah, pos polisi dan pos pengendali terminal, menurut Ryamizard memang harus ditindak lanjut. Pun oknum TNI tersebut akan di proses secara hukum. “Apapun alasannya, merusak fasilitas pemerintah merupakan kesalahan,” ujar Ryamizard. Hingga kini, berkas pekara kasus ini masih di proses Oditurat Militer Lampung untuk dibawa ke Pengadilan Militer Palembang dalam waktu cepat, ujar Simbolon lebih lanjut. ‘Sarang Penyamun’ Tak hanya marak praktek percaloan yang berbuntut kekerasan kepada penumpang, pun tindak kriminal lain sering terjadi di Terminal Rajabasa. Umumnya, aksi kriminal ini terjadi pada penumpang yang lengah. Sebut saja Bekti Setyawardani, mahasiswa Program Studi Kedokteran Unila. Ketika itu (8/4), Bekti bermaksud pergi ke Jakarta bersama dua rekannya, Agung Sindu dan Ikhlas. Namun ketika Bekti sedang menggunakan handphone untuk SMS (Short Message Servis), tiba-tiba dua orang lelaki bersepeda motor bebek mencegat mereka di tengah jalan. Seorang diantaranya turun dari atas motor dan langsung ‘mengalungkan’ sebilah golok ke leher Bekti. Tanpa basa basi mereka meminta handphone miliknya. Kaget akan perlakukan oknum yang tiba-tiba, Bekti sempat menjerit. Sayang ketika itu terminal dalam kondisi sepi sehingga tidak ada seorang pun yang datang menolong. Agung dan Ikhlas melihat kejadian ganjil tersebut semula ingin menolong Bekti. Namun belum lagi Agung bisa berbuat banyak, golok tersebut sudah diarahkan melayang ketubuhnya. Beruntung Agung segera menghindar hingga hanya tangannya saja yang sempat tergores. Tepat disaat itu Bekti secara diam-diam sempat melempar handphone nya ke arah semak semak didekatnya. Namun karena kondisi saat itu masih malam, dan lampu handphone masih menyala, penodong dengan mudah bisa melihat keberadaan handphone itu dan mengambilnya. Para calo tak hanya berkerja menjajakan tiket pada penumpang, disela kerjanya Hendra bersama kawan-kawannya juga kadang menggoda wanita cantik yang ditawari tiket atau malah marah-marah pada calon penumpang yang mengabaikan profesinya sebagai calo []

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home