Monday, September 20, 2004

Perlu Pembenahan Menyeluruh

Liputan: Ahmad Wildan, Yudi Nopriansyah Sebagaimana layaknya sebuah terminal, Rajabasa tak lepas dari aksi kejahatan beberapa oknum. Apalagi jika ditilik dari struktur tata ruang terminal yang semrawut, bisa dikatakan kesempatan berbuat kejahatan sangat terbuka lebar. Ditambah kurang tegasnya aparat terminal dalam menangani kasus kejahatan ikut mendukung aksi tersebut, didukung fasilitas keamanan yang disediakan masih tergolong minim. Peristiwa kejahatan di Terminal Rajabasa memang kerap kali terjadi. Umumnya dialami oleh pendatang baru. Keluguan dan keterasingan mereka akan terminal ini sering dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. Mereka (pendatang baru, red) sering terlihat bingung dan panik ketika kali pertama melangkahkan kaki di Terminal Rajabasa. Pasalnya, mereka mengalami kesulitan dalam mencari bus yang akan ditumpanginya. Hal ini terjadi karena posisi bus di terminal tidak teratur. Pun kebingungan mereka diperparah dengan rentetan pertanyaan yang diajukan para calo. Meski awalnya para calo bertujuan untuk membantu pendatang menemukan bus, namun keluguan mereka tak jarang dimanfaatkan juga oleh calo untuk lebih mengambil keuntungan. Tak hanya aksi calo, pun kondisi pendatang tersebut sering dimanfaatkan oknum lain untuk mencopet.Berdasarkan data Polsek Kedaton yang diperoleh Teknokra, setidaknya dalam tahun 2004 ini tercatat telah terjadi 13 kasus tindak kriminalitas di Terminal Rajabasa Tata Ruang Semrawut Terminal memang identik dengan keramaian angkutan. Karena terminal merupakan sentral berkumpulnya semua angkutan pada suatu kawasan tertentu. Namun jika keramaian tersebut tidak tertata dengan baik, maka akan menimbulkan dampak eksternalitas. Pun demikian dengan Terminal Rajabasa. Tata ruangnya yang tak beraturan memungkinkan banyak oknum berkesempatan melakukan aksi kejahatan. Posisi bus-bus antar kota misalnya. Banyak diantara bus tersebut yang mangkal tidak sesuai dengan posisi seharusnya. Mereka cenderung berusaha mendekati pintu masuk terminal sebagai sentral masuknya para pendatang. Kecenderungan ini dilakukan agar bus mereka bisa lebih cepat dinaiki penumpang. Tak hanya bus, tata ruang terminal pun diperparah dengan semakin menjamurnya usaha-usaha komersial didalam terminal. Sebut saja warung-warung, wartel serta beberapa agen transportasi ilegal yang berdiri sekenanya. Hal ini membuat terminal semakin tidak kondusif. Seperti diungkapkan Kepala Polisi Kota Besar (Kapoltabes) Bandar Lampung, Drs M Iman Djauhari, dirinya sempat membandingkan kondisi Terminal Rajabasa dengan beberapa terminal di kota besar lain. “Berbeda dengan Terminal Pulo Gadung dan beberapa terminal di Bandung. Disana terminal terlihat lapang karena tidak ada bangunan di tengah-tengah terminal,” jelas Imam. Tidak adanya bangunan yang ditengah-tengah terminal, menurut Imam, sebenarnya akan lebih memudahkan aparat dalam melakukan pengamanan terminal. Selain itu Terminal Rajabasa juga tidak dipagari. Hal inilah yang memudahkan setiap orang bisa masuk ke terminal seenaknya. Kondisi ini juga mempermudah para copet untuk melarikan diri. Pun demikian dengan calo. Padahal bila terminal dipagar, pengamanan yang dilakukan aparat akan lebih mudah. Pun pendapatan daerah dari hasil peron bisa lebih maksimal. Secara garis besar, sebenarnya kontur Terminal Rajabasa terbagi atas tiga wilayah: Terminal bawah, Terminal atas dan Terminal Tanah Merah (cat: lihat peta box). Sayang, pos polisi dan pos pengendali terminal berada pada terminal atas sehingga akan kesulitan untuk memantau penumpang yang berada di terminal tanah merah ataupun juga terminal bawah. Tidak strategisnya pos pengendali terminal dan pos polisi dari awal penumpang turun angkutan adalah salah satu penyebabnya. Bila terjadi tindak kecopetan atau kejahatan pada daerah terminal bawah, hal ini akan sulit terpantau dari kantor pos polisi. Kasus peristiwa keributan antara TNI dengan calo misalnya (Baca: Akibat Ulah Si Calo yang Bikin Kecolongan). Kasus tersebut terjadi di terminal bawah dan tidak diketahui oleh pos polisi dan pos pengendali terminal. “Kalau waktu itu langsung bisa diketahui oleh polisi pasti hal itu (keributan TNI dengan calo, red) akan segera diamankan,” ujar Iman. Perlu Kajian Mendalam Pengaturan tata ruang terminal perlu untuk segera dikaji ulang, mengingat kondisinya yang semakin semrawut. Kecenderungan bus yang mangkal tak beraturan perlu diadakan tindakan tegas. Karena hal ini berkaitan dengan akses kemudahan pendatang baru. Apalagi mengingat Terminal Rajabasa termasuk terminal besar dan penting di Lampung. Terminal ini sering juga digunakan transit bagi semua bus yang akan menuju ke timur Pulau Sumatra. Dari Pelabuhan Bakauheni, kemana pun hendak tujuan bus-bus Pulau Sumatra, pasti akan transit di Terminal Rajabasa. Pemisahan antara bus luar kota dan dalam kota juga tidak jelas. Seperti diungkapkan Ir Rislan Syarief MT, pemerhati tata ruang, “Seharusnya bus di klasifikasikan berdasarkan trayek dalam kota dan luar kota.” Tata ruang pemisahan bangunan yang jelas di terminal, menurutnya, dapat mempengaruhi calon penumpang dan berkurangnya bisnis pencaloan. Saat ini Terminal Rajabasa memang belum diadakan pemisahan yang jelas antara pool untuk trayek dalam kota, luar kota, serta pool angkutan kota (angkot). Semua bus di terminal ini masih berbaur. Misalnya saja untuk bus AC jurusan Rajabasa-Kota Bumi mangkal berdekatan dengan tempat pangkalan angkot jurusan Rajabasa-Natar. Tidak adanya pemisah antara tempat bus dalam kota dan bus luar kota menyebabkan petugas kesulitan menarik uang peron dari penumpang bus luar kota. Petugas peron biasanya mensiasatinya akan mengambil uang peron ketika bus telah penuh penumpang dan akan segera jalan. Menurut Rislan, Terminal Rajabasa juga seharusnya dibuat satu pintu, baik untuk masuk dan keluar. “Dari sistem satu pintu ini, penumpang dapat lebih terkontrol. Selain itu, pendapatan peron juga dapat lebih terkendali,” tambahnya. Terminal bus tujuan luar kota dan dalam kota pada suatu wilayah dengan satu pintu masuk saja, akan lebih memudahkan penumpang. Penumpang yang akan bepergian ke luar kota, tentunya akan cepat mengetahui dimana letak bus-bus luar kota. “Penumpang akan dapat mudah memetakan dimana bus yang akan dicarinya itu,” lanjut Rislan. Berbeda dengan Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Jalur bus dengan jalur angkotan kota dibuat terpisah. Pun demikian dengan bus tujuan antarkota dengan bus antarprovinsi. Keteraturan ini memudahkan pengguna terminal mencari bus yang ditujunya. Misalnya, penumpang akan menaiki bus antarprovinsi, mereka tinggal mencari lokasi dimana bus-bus antarprovinsi itu mangkal. Plang penunjuk atau keterangan didalam terminal pun dibuat jelas, sehingga calon penumpang dapat langsung mencari busnya ketika baru saja tiba. Selain itu, Terminal Rajabasa juga minim fasilitas. Penerangan seperti lampu misalnya. Lampu dalam terminal sangat kurang. Seperti dijelaskan Kepala Polisi Pos (Kapolpos) Terminal Rajabasa, Bripka Rahmat, “Bila situasi gelap, kondisi terminal jadi sulit sekali terkontrol oleh petugas keamanan.” Pun hal ini juga sempat dilontarkan Kapoltabes Bandar Lampung. Meski demikian, Rahmat berusaha untuk mengatasi masalah dengan menetapkan kebijakan bahwa setiap bus yang menurunkan penumpang harus di depan pos polisi Terminal Rajabasa. Tak hanya pembenahan masalah fisik, masalah sosial juga perlu dibenahi di terminal ini. Seperti tidak teraturnya calo yang bebas berkeliaran ada pembeda antara agen resmi atau calo. Sangat membinggungkan bagi penumpang dan petugas. Seperti yang diutarakan Bribka Rahmat, “Bagusnya para penjual tiket resmi mengunakan seragam, agar dapat dicireni apakah di petugas atau bukan.”

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home