Menggugat Pancasila Lewat Orasi dan Lagu
Nuansa perayaan 61 Indonesia merdeka, oleh masyarakat bangsa ini memang unik, bahkan ada yang bilang aneh. Di komplek perumahan saya, setiap rumah di mintai sumbangan untuk mengundang organ tungal plus biduan seksi. Memang tidak ada paksaan untuk menyumbang. Tapi siapa berani tidak, keputusan menyumbang adalah hasil rembuk tokoh masyarakat RT RW. Saya juga pernah melihat tujuh orang ibu-ibu, ikut lomba panjat pinang. Pohon pinang sebesar tiang listrik di lumuri oli, ketujuh ibu bahu—membahu, injak—menginjak, dan penontonpun histeris tertawa. Buset, “ibu-ibu yang lagi susahanpun rupanya bisa jadi bahan lelucon.” Pikir saya. Dikampus, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) menyumbang tangkai lomba. Dari makan kerupuk, balap karung, tarik tambang, fulsal, catur, paku tim, menjadi hiburan merayakan kemerdekaan.BEM KBM Unila, mengundang tokoh Lampung berorasi, merefleksi kemerdekaan Indonesia. Ada Arif Makhya (Budayawan), Bambang Eka Wijaya (Wartawan), Gino Vinolin (Guru), dan Isbedi Setiawan ZS (Penyair). Dengan seting Pangung Rakyat, Yuke AFI ikut meramaikan. Yuke adalah penyayi Lampung yang berjaya karna SMS, di pentas Akademi Fantasi Indosiar (AFI). Yuke bernyayi di iringgi, gitar akustik dan alat perkusi yang dimainkan oleh UKM bidang Seni. Lagu yang di nyayikan juga, sesuai dengan orasi Arif Makhya yang mengugat sila kelima Pancasila: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Bagi ayah Arif, pagilan untuk tokoh lampung itu, belum bisa di rasakan oleh masyarakat Indonesia, sejak merdeka 61 tahun lalu sampai sekarang. “Belum ada presiaden Indonesia, yang mampu memberi keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya.” Ucap Ayah marah.
Setelah orasi Ayah selesai, Yuke bernyayi, dia mengubah lirik lagu “Indonesia Tanah Pusaka,” sehingga terdengar sinis.
Indonesia tanah air siapa-
Katanya tanah air beta.
Indonesia sejak dulu kala,
Rakyatnya tidak sejahtera.
Disana aktivis disiksa-
Petani dirampas hartanya.
Upah buruh murah di-bayarnya-
Sampai mati tak punya rumah.
Peserta histeris, entah untuk Yuke atau lirik lagunya. Bambang Eka dan Gino Vinoli mengapresiasi lagu ini, dengan bertepuk tangan semeriah mungkin, Ayah Arif dan Isbedi menganguk-angguk setuju. Prihal lagu Indonesia Tanah Pusaka ini, penciptanya Ismail Marzuki, salah seorang komponis besar Indonesia yang lahir pada tahun 1914 di Kwitang, Jakarta Pusat. Beberapa lagunya macam: Aryani, Sepasang Mata Bola, Gugur Bunga, menjadi lagu pilihan upacara dan acara kenegaraan. Nama Ismail Marzuki sendiri didaulat sebagai suatu pusat seni di Jakarta yaitu Taman Ismail Marzuki (TIM) di kawasan Salemba, Jakarta Pusat.
Tahun 2004, ketika mendekati pemilihan Presiden langsung, Gus Dur, Amin Rais, Akbar Tanjung, Megawati, Eros Djarot, dan beberapa politikus lain. Pernah bersama-sama menyayikan “Indonesia Tanah Pusaka,”, di televisi. Namun SBY yang tidak ikut bernyayi terpilih sebagai Presiden. Lagu ini memang tidak asing diteliga, lagu renungan yang sering di dongengkan guru untuk memupuk nasionalisme.
Setelah Indonesia tanah air siapa, Yuke. Giliran Gino Vinoli berorasi tentang pendidikan. Gino memulai dengan ‘Onani,’ maksudnya: orasinya ini sering dia teriakan, namun sepertinya para elit politik tidak pernah mau mendengar. Menurut Gino Indonesia adalah satu-satunya bangsa yang menelanjangi dirinya, karna tidak bisa melaksanakan amanat konstitusi. Pendidikan yang dalam Undang-undang dasar, seharusnya mendapat 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), ternyata hanya bisa mengangarkan 4,1 persen. “jadi jangan mau dibebankan pembiayaan pendidikan. Ketika tangungjawab pemerintah sebagai mana diamanatkan konstitusi belum terpenuhi.” Ucap Gino. Gino pernah membuat Riset tentang APBD propinsi yang 500 miliar, jika 20 persennya adalah 100 miliar, maka hitungan untuk buku gratis dari SD, SMP, SMA, yang hanya membutuhkan tujuh miliar (3,5 persen dari APBD). Pemikiran masyarakat yang di racuni bahwa pendidikan tidak bisa gratis itu keliru. Memang pendidikan harus mahal, namun beban pembiayaan sebenarnya bisa di ambil alih oleh pemerintah. Lagu yang ini saya inggat Almarhum Harry Roesli. Kang Harry pernah mengumpat ‘sialan’ dalam lirik lagu blusnya: Sialan, mau sekolah saja susah…/ Katanya wajib belajar, agar otak jadi pintar,/ Bagaimana bisa pintar kalau yang pintar ngak punya otak. Lagu ‘sialan’ ini pertama saya dengar waktu masih di Bandung. Kang Harry menyayikanya bersama pengamen jalanan (Anjal) di Jalan Jakarta, merayakan 55 tahun Indonesia merdeka.
Kemudian Isbedi Setiwan ZS, membaca puisi di susul lagu Rumah Kita. Kata Yuke, biar hanya gubuk bambu, tanpa ayelir dan lukisan, masih lebih baik disini, rumah kita sendiri. Indonesia. Rupanya lagu pertama, hanya sekedar menghibur, sedangkan lagu kedua lagunya para birokrat, lagu buaian yang meninak bobo. Yang seperti lagu Kang Harry, Tidurlah Indonesia Raya…/ Indonesia Tanah Air Ku / Tanah Beli Air Juga Harus Beli / Indonesia Terbagi-bagi / Ada Indome / Ada indomart / Ada Indosemen / Ada Indomobil… / ‘nesia’nya kemana..? / Di buang kekal! / ”Nyangkutnya dimana?”/ nyangku di cendana…!
3 Comments:
Eduy...gimana kabarmu?
masih kuliah kah?
Lamo tak besuo....
Masih di pojok PKM.
Kpan Mancing lage..?
Untuk Kakang Brama,
Terimakasih,
Saya masih di Pojok sini. Acara mancing itu, sudah lama sekali ya. Ok, Kapanpun kakang Brama Kumbara inggin mancing hububi saya. Jika ada waktu pasti kita berangkat.
masalah kuliah ku seperti apa. Kau pasti taulah! Aku mencoba fokus menjadi wartawan untuk satu tahun ini. So, seperti yang kau lihat, kuliah ku nyaris tak diurus.
Salam
seng sabar yo honey, tar juga kelar kuliahnya. ms u much
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home