Thursday, March 16, 2006

KODE ETIK JURNALISTIK

KEJ pengganti KEWI

Berbagai organisasi pers yang bertemu di Jakarta, 14 Maret lalu, telah mengesahkan Kode Etik Jurnalistik sebagai pengganti Kode Etik Wartawan Indonesia. Pertemuan yang difasilitasi Dewan Pers tersebut dihadiri 29 dari 35 organisasi pers yang diundang. Organisasi pers yang hadir terdiri dari 27 organisasi wartawan dan 2 organisasi perusahaan pers. Selain mengesahkan Kode Etik Jurnalistik, para peserta juga telah menyepakati rumusan mengenai Penguatan Peran Dewan Pers dan Standar OrganisasiWartawan. Ketua Dewan Pers, Prof. Dr. Ichlasul Amal, yang mengikuti sampai akhir pertemuan menyambut gembira atas hasil-hasil yang dicapai.“Kita bersyukur telah berhasil menyepakati Kode Etik Jurnalistik, Standar Organisasi Wartawan, dan Penguatan Dewan Pers secara demokratis dan lancar. Ini akan menjadi contoh yang baik bagi regulasi pers, dan semoga dapat memperkokoh peran pers sebagai pilar keempat demokrasi di Indonesia”, kata Amal. (Kompas, 16 maret 2006) Rencananya Kode Etik Jurnalistik, Standar Organisasi Wartawan dan Penguatan Peran Dewan Pers yang telah ditandatangani oleh organisasi-organisasi pers akan disahkan Dewan Pers melalui Surat Keputusan(SK). Kode etik yang baru terdiri dari11 pasal, lebih banyak 4 pasal dari kode etik sebelumnya. Kode etik ini dianggap lebih baik dari kodeetik sebelumnya karena dapat menampung lebih lengkap persoalan-persoalan yang berkembang dalam media cetak dan elektronik. Sementara di kode etik yang lama persoalan media elektronik dianggap tidak cukup tertampung. Selain itu, kode etik yang baru ini memberi rambu-rambu kepada wartawan tentang penghormatan terhadap kehidupan pribadi narasumber. Mengenai pemberitaan tentang perbedaan suku, ras, warna kulit,agama, jenis kelamin, bahasa, serta oranglemah, cacat jiwa atau cacat jasmani, juga dimasukkan dalam kode etik. Persoalan-persoalan tersebut sebelumnya tidak terakomodasi dalam KEWI.

***

Beruntung bagi saya kenal dengan Sabam Leo Batubara, sekretaris dewan pers. Beliau yang memberi tahu saya tentang pergantian kode etik ini. Pak Leo sudah dua kali menjadi fasilitator pelatihan di Teknokra. Umurnya sudah 66 tahun, dia pria setengah baya yang penuh semangat, suaranya lantang ketika berbicara. Di Lampung, Erik Khafif (Pemred Teknokra) pernah kewalahan di ajak lari pagi dari tugu Raden Intan—Universitas Lampung (Unila)— balai pelatihan kesehatan Rajabasa. Pak Leo tidak merokok dan minum kopi. Harinya dimulai dengan satu cangkir tea dan koran pagi. Foto: Sabam Leo Batubara (Tengah), Selesai Lari Pagi 24 september 2005, bersama Roni Sepriono (Pemred Teknokra 04-05) dan Rieke Pernamasari (Redaktur Pelaksana). Bagi pak Leo Lampung bukan daerah asing, ketika masih kuliah di IKIP Jakarta tahun 1970, dia bertemu istrinya, muli Lampung yang tinggal di daerah Kampung Sawah Bandarlampung. “Saya suka makan duren, jadi waktu pacaran istri saya selalu ajak saya makan duren, padahal itu strateginya agar saya mau antar dia ke Lampung” ucapnya tertawa. Selain menjadi sekretaris dewan Pers, beliau adalah pemimpin perusahaan harian Suara Karya, juga menjabat ketua harian Serikat Penerbit surat kabar Pusat. Pak Leo adalah salah satu anggota tim perumus Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), di era Menteri Penerangan Muhamad Yunus, KEWI ditanda-tangani 26 asosiasi wartawan. Namun beliau juga yang terlibat dalam tim perumus KEJ penganti KEWI. Salam -Yudi- Berikut Imel dari Sabam Leo Batubara: Yudi Teknokra, ini kode etik jurnalistik yang baru. Namanya KODE ETIK JURNALISTIK, bukan lagi KEWI. KEJ ini ditandatangani 29 organisasi wartawan, 14 Maret kemarin. Salam untuk teman-teman di Lampung -Sabam Leo Batubara- KODE ETIK JURNALISTIK Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik: Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain. Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Penafsiran Cara-cara yang profesional adalah: a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber; b. menghormati hak privasi; c. tidak menyuap; d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang; f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara; g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri; h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik. Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Penafsiran a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang. Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Penafsiran a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara. Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Penafsiran a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah. Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Penafsiran a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi. Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan. Penafsiran a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber. c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. d. Off the record; adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan. Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Penafsiran a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan. Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Penafsiran a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati. b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik. Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Penafsiran a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok. Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Penafsiran a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki. Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers. Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006 Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia: 1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan 2. Aliansi Wartawan Independen (AWI) Alex Sutejo 3. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Uni Z Lubis 4. Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) OK. Syahyan Budiwahyu 5. Asosiasi Wartawan Kota (AWK) Dasmir Ali Malayoe 6. Federasi Serikat Pewarta Masfendi 7. Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Fowa;a Hia 8. Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI) RE Hermawan S 9. Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI) Syahril 10. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bekti Nugroho 11. Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA) Boyke M. Nainggolan 12. Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI) Kasmarios SmHk 13. Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI) M. Suprapto 14. Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI) Sakata Barus 15. Komite Wartawan Indonesia (KWI) Herman Sanggam 16. Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI) A.M. Syarifuddin 17. Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI) Hans Max Kawengian 18. Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI) Hasnul Amar 19. Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Ismed hasan Potro 20. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Wina Armada Sukardi 21. Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI) Andi A. Mallarangan 22. Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK) Jaja Suparja Ramli 23. Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI) Ramses Ramona S. 24. Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI) Ev. Robinson Togap Siagian 25. Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI) Rusli 26. Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat Mahtum Mastoem 27. Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS) Laode Hazirun 28. Serikat Wartawan Indonesia (SWI) Daniel Chandra 29. Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII) Gunarso Kusumodiningrat

170 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home